Rabu, 17 Oktober 2012

TAFSIR MAZMUR 53


I.              Pendahuluan

Kitab mazmur merupakan salah satu kitab yang dibacakan pada hari raya orang Yahudi. Kitab ini dibacakan di dalam Sinagoge. Kitab ini juga dituliskan dalam bentuk puisi, di mana kitab ini berisikan tentang ungkapan pemazmur tentang apa yang sedang dialami oleh pemazmur pada saat itu. Dan pemazmur ingin menyatakan sesuatu yang ingin diajarkan melalui mazmur yang diungkapkan kepada pembaca.
Dalam mazmur 53, pemazmur ingin mengajarkan kepada pembaca tentang kebobrokan manusia. Dalam perikop ini menuliskan tentang orang bebal tidak mengakui adanya Allah, mereka hanya melakukan kecurangan atau yang jahat di mata Tuhan. Mereka mengira Allah tidak ada sehingga tidak ada yang melihat kelakuan mereka yang jahat itu. Mereka hanya melakukan sesuatu yang menyimpang dari yang diharapkan oleh Allah. Karena manusia melakukan yang jahat, sehingga mereka menunggu sebuah pengharapan yaitu pengharapan kesemalatan supaya datang bagi orang israel, supaya umat-Nya dipulihkan kembali sehingga mereka bersukacita dan bersorak-sorai.
Dalam paper ini penulis akan mencoba menuliskan tentang latar belakang dari penulisan kitab ini, serta akan menafsirkan apa yang ingin dikatakan mazmur ini dalam mazmur 53. Apa yang sedang diajarkan oleh pemazmur bagi pembaca dan bagaimana mengaplikasikannya ke dalam kehidupan pada masa sekarang ini.

II.           Latar Belakang Kitab Mazmur

Mazmur adalah kitab terpanjang dalam Alkitab Ibrani. Kitab ini berisi nyanyian pujian, doa dan pertolongan Allah, dan syair yang menyatakan kepercayaan umat kepada Allah. Dalam kitab ini juga dinyatakan berbagai perasaan yang ada pada manusia, antara lain dukacita dan sukacita, keraguan dan kepercayaan, hati yang terluka dan yang terhibur, keputusasaan dan pengharapan, kemarahan dan ketenangan, keinginan balas dendam dan mengampuni. Sebagai contoh doa dan pujian dalam kitab mazmur mengajak pembaca untuk berbagi dengan Allah setiap bagian dari hidup mereka.[1]
Pujian, pengucapan syukur, iman pengharapan, dukacita karena dosa, kesetiaan dan pertolongan Allah adalah gagasan utama di dalam Alkitab. Gagasan-gagasan itu bergaung nyaring di dalam kitab Mazmur. Mazmur-mazmur perorangan ini ditulis dan dikumpulkan untuk digunakan dalam ibadat umat. Kitab mazmur menjadi kitab pujian atau buku doa yang pertama kali dipakai dalam ibadat di Bait Allah di yerusalem. Di kemudian hari kitab ini juga dipakai dalam rumah ibadat Yahudi di sinagoge dan juga komunitas-komunitas Kristen dalam jemaat. Kitab mazmur terbentuk selama sderatus tahun. Ada mazmur yang mungkin ditulis sesudah masa pembuangan di Babel. Tujuh puluh tiga mazmur menyebutkan Daud sebagai penulisnya. Daud mungkin menuliskan sebagian mazmur ini, tetapi mazmur-mazmur lainnya mungkin berasal dari masa sesudah Daud. Orang-orang yang mengumpulkan mazmur-mazmur ini memakai nama Daud sebagai judul dari banyak mazmur dengan maksud untuk menghormati Daud.judul tiga belas mazmur menyebutkan situasi kehidupan Daud. Daud digambarkan sebagai contoh tentang bagaimana orang-orang bergantung kepada Allah ketika sedang menghadapi situasi yang sulit, dan mereka tetap percaya kepada Allah.
Alkitab bahasa latin memakai nama yang sama dengan LXX yaitu psalmoi. Kata Yunani (dari kata kerja psallo ynang artinya memetik atau mendentingkan) mula-mula digunakan untuk permainan alat musik petik. Kemudian kata itu menunjukkan nyanyian (psalmos) atau kumpulan nyanyian (psalterion). [2] Secara literal bentuk kata kerja psallo, berarti “menekan”, “menarik” atau “memainkan” (alat musik). Dengan demikian psalmoi mula-mula mungkin berarti lagu yang dinyanyikan dengan iringan alat musik petik. Pada abad ke-5 M codex Alexandrinus memakai nama lain, yaitu psalterion yang sebenarnya berarti ‘instrumen bertali’ (Dan. 3:5) atau ‘suatu kumpulan lagu.’
Dalam kata Ibrani ada mizmor yang artinya sebuah nyanyian yang dinyanyikan dengan iriingan musik, namun judul kitab dalam bahasa Ibrani adalah tehilim yang artinya puji-pujian atau nyanyian pujian.[3] Kata psalmoi dalam LXX digunakan untuk menerjemahkan kata Ibrani mizmôr (“lagu” atau “musik instrumental”) yang sering muncul dalam pembukaan sebuah Mazmur. Nama Indonesia “Mazmur” sangat mungkin berasal dari bahasa Arab.
Kitab mazmur adalah ibarat telaga jernih yang membayangkan setiap keadaan hati  manusia yang berganti-ganti itu. Suatu sungai penghiburan yang walaupun banjir dengan air mata, tidak pernah gagal untuk membangkitkan semangat orang lemah.[4]
Kitab mazmur merupakan kumpulan kitab-kitab yang ditulis oleh orang yang berbeda dan kurun waktu yang berbeda. Sebagai kumpulan kitab mazmur, maka kitab mazmur sejak awal sudah digubah untuk nyanyian di bait Allah, tetapi ada juga yang bersifat pribadi kemudian menjadi suatu mazmur untuk Israel. Kitab mazmur adalah salah satu kitab yang paling praktis dan sangat sesuai dengan isi hati manusiaserta menyenangkan anak-anak Tuhan karena di dalam kitab ini terdapat hampir semua pengalaman orang percaya.[5]
Kitab mazmur merupakan gambaran Alkitabiah bagi orang yang tidak memiliki Alkitab yang tidak dapat membacanya. Seandainya orang Yahudi hanya mengetahui kitab mazmur, mereka masih memiliki pemahaman yang mandalam tentang iman mereka. [6]
Kitab mazmur merupakan kumpulan nyanyian rohani, doa dan sanjak. Mazmur-mazmur itu ditulis selama ratusan tahun oleh banyak pengarang, termasuk raja Daud, untuk dibaca atau dinyanyikan oleh orang Israel waktu beribadat.[7] Kitab mazmur ini merupakan suatu ungkapan yang diungkapkan oleh seorang pemazmur tentang apa yang sedang dia alami dalam kehidupannya.
Buku   Mazmur  adalah bagian dari Alkitab yang merupakan buku nyanyian dan  buku doa. Buku ini dikarang oleh berbagai pujangga dalam waktu  yang lama sekali. Nyanyian-nyanyian dan doa-doa ini dikumpulkan  oleh orang Israel dan dipakai dalam ibadat mereka, lalu akhirnya  dimasukkan ke dalam Alkitab.
Sanjak-sanjak keagamaan ini bermacam ragam: ada nyanyian pujian dan ada nyanyian untuk menyembah Allah; ada doa mohon pertolongan, perlindungan dan penyelamatan; doa mohon ampun; nyanyian syukur atas berkat Allah, permohonan supaya musuh dihukum. Doa-doa ini ada yang bersifat pribadi, ada pula yang bersifat nasional. Beberapa di antaranya menggambarkan perasaan seseorang yang paling dalam, sedangkan lainnya menyatakan kebutuhan dan perasaan seluruh umat Allah.
Mazmur-mazmur dipakai oleh Yesus, dikutip oleh penulis-penulis Perjanjian Baru, dan menjadi buku ibadat yang sangat dihargai oleh Gereja Kristen sejak semula.  Kitab mazmur adalah lebih dapripada sekedar jendela untuk melihat bangsa Israel. Kitab itu adalah sebagai saksiu monumental bagi sifat yang tak kekal dan terbatas dan universal. Dalam bidang iman, kitab mazmur telah menjadi tiang awan pada siang hari dan tiang api pada malam hari bagi bangsa Israel dan bagi gereja.[8]
Judul kitab mazmur dalam bahasa Inggris adalah the Psalms, dapat ditelusuri melalui salinan-salinan bahasa Yunani dan latin dari perjanjian lama. Septuaginta memakai kata Psalmos untuk menterjemahkan kata Ibrani mizmor, istilah teknis untuk satu kidung yang dinyanyikan dengan iringan instrument musik. Alkitab Ibrani berisi 150 mazmur, dan berbagai Alkitab protestan telah mengikuti pola ini.[9]
Kitab mazmur terus dipakai oleh umat Kristen secara menyeluruh, tetapi juga masing-masing orang Kristen secara perorangan. Dalam kitab mazmur setiap orang dapat menemukan rasa hati yang sesuai dengan keadaan nyata. Rasa hati orang yang percaya, orang yang bertobat, orang yang mengalami kebaikan Tuhan. [10]Kitab mazmur mengajarkan kepada kita bagaimana seharusnya berdoa.
Isi kitab mazmur
Ke-150 Mazmur dibagi dalam lima kelompok atau buku, sebagai berikut:
Kelompok Pertama : Mazmur 1-41
Kelompok Kedua   : Mazmur 42-72
Kelompok Ketiga  : Mazmur 73-89
Kelompok Keempat : Mazmur 90-106
Kelompok Kelima  : Mazmur 107-150 

III.        Tafsiran Mazmur 53

Mazmur ini adalah pengulangan dari mazmur 14. Ada dua perbedaan utamanya, yaitu yang pertama adalah perubahan nama Yahwe yang dalam mazmur 14 muncul 14 kali, dan pemakaian elohim tujuh kali.  Apapun alasan dibalik perubahan ini, Ia memberi jangkauan yang lebih universal pada mazmur ini dibandingkan dengan yang sebelumnya yangsangat terikat pada gelar perjanjian Yahwe, yang secara khusus teruntuk bangsa Israel. Kedua, telah ditulis secara baru, suatu kenyataan mungkin menandai kelepasan yang mengujud dari bangsa sejak penyusunan mazmur yang terdahulu itu. Ini mungkin skali menunjuk kepada peristiwa jauhnya liga orang Amon, atau lebih mungkin kepada kacau-balau pasukan tentara Aram akibat kuasa adikodrati.[11]
 Pemazmur menggambarkan dua tipe manusia, yaitu orang benal (1-3), orang benar (4-6). Pemazmur mengeluh bahwan orang jahat mengejar orang benar, dan Allah tetap mengawasi dari sorga. Ia mengungkapkan harapannya bahwa Allah akan muncul dari kenisah, menghukum orang jahat dan melindungi orang beriman.[12]
1-3: lukisan keadaan yang bernada kecaman. Mazmur ini dibuka dengan suatu pernyataan mengenai pikiran orang bebal yang berpendapat bahwa Allah tidak ada. Namun pernyataan tidak ada Allah disini bukanlah sduatu penyangkalan teoritis, tetapi praktis. Beballah orang yang tidak mencari Allah yang melakukan kejahatan dengan menindas yang lemah dan yang menyangkal kehadiran Allah yang berkuasa dan adil, yang selalu menyertai orang benar dan tertindas. Kata orang fasik dengan batang hidungnya ke atas Allah tidak menuntut. Tidak ada Allah. Allah melupakannya. Malapetaka tidak menimpa kita. Sikap hidup yang demikian merupakan dosa asal manusia. Manusia dapat merusak dirinya sama sekali, sehingga dia tidak mampu lagi berbuat baik. Di mana orang berpikir tidak ada Allah di sana, tidak ada yang berbuat baik.[13]
Ayat yang pertama merupkan judul/ prolog dari perikop ini. Dalam prolog pemazmur mengatakan bahwa ungkapan ini merupakan suatu pengajaran yang diberikan Daud kepada pembaca. Dalam ayat yang 2-3 mengatakan bahwa Tuhan bukanlah Allah yang tidak melihat perbuatan-perbuatan manusia. Tuhan tidak menemukan seorang pun yang berakal budi diantara yang berkuasa dan kuat. Semuanya telah bejat. Tidak seorang pun yang berbuat baik, karena semua mengira tidak ada Allah.[14]
Ayat 4-6 mengatakan bahwa pemazmur kurang sabar bertanya kepada para penindas yang memakan habis umatnya seperti memakan roti apakah mereka masih belum juga mau belajar dan sadar siapakah sebenarnya Allah itu. Mereka tidak berseru kepada Tuhan, karena mereka tidak berada dalam kesesakan. Sebaliknya mereka menindas orang benar. Namun ditempat di mana mereka mengira Allah tidak hadir dan berkarya, disanalah Allah akan menampakkan diri-Nya dan menyatakan kekuasaan-Nya. Allah akan menunjukkan diri-Nya sebagai pembela dan pelindung orang yang tertindas, yang datang memohon dan berlindung kepada-Nya.
Ayat yang ke-7 mengatakan bahwa keselamatan yang tetap bagi bangsa israel harus selalu diharapkan dan diminta dengan rendah hati kepada Tuhan. Dan ketika keselamatan itu telah datang kepada bangsa Israel maka bangsa Israel akan bersorak-sorai, dan bersukacita. Keselamatan yang datang kepada bangsa Israel itu datang untuk memulihkan mmereka dari kebobrokan, melalui pemulihan yang berasal dari Allah.
Mazmur ini menunjukkan kebebalan dan kebobrokan yang menjadi asal dosa dari segala jekahatan dan penindasan yang berkuasa yang merupakan penyangkalan atas kekuasaan Tuhan dan hadiran-Nya yang menuntut dan mengadili manusia. [15]

IV.        Aplikasi Dalam Kehidupan Sekarang

Setelah membaca dan mempelajari perikop ini, pembaca dapat melihat apa yang diajarkan oleh pemazmur bagi kita. Di mana melalui perikop ini kita dapat mengetahui tentang seperti apa kebobrokan yang dialami oleh manusia dalam kehidupannya. Bagaimana manusia itu bisa pulih kembali. Dalam perikop ini menyatakan bahwa manusia bisa pulih dari segala kebobrokan dan kebebalannya hanya melalui Tuhan, di mana Tuhan yang dapat memulihkan setiap pribadi.
Melalui perikop ini kita dapat mengenal Asllah yang penuh kasih di mana ketika manusia hidup dalam kebobrokan, Allah memulihkan mereka dari kebobrokan dan kebebalan tersebut. Manusia telah melakukan kejahatan tetapi dalam perikop ini menjelaskan bahwa Allah melihat mereka dan memulihkan mereka.
Jika kita melihat ke dalam kehidupan pada masa sekarang ini, hal ini dapat kita kaitkan, manusia yang berdosa, yang masih hidup dalam keberdosaan akan dipulihkan Allah ketika manusia itu berseru dan meminta kepada Tuha. Di mana Allah itu adalah Allah yang penuh kasih yang selalu menyertai manusia ciptaannya walau dalam keadaan apapun, Allah senantiasa menjaga dan melindungi. Ketika manusia itu melakukan yag jahat di mata Tuhan, ketika manusia itu tidak mengakui Tuhan Allah ada, maka pada saat tertentu yang tidak terduga melalui hal apa saja Tuhan bisa memakai berbagai cara untuk mengingatkan dan menegur manusia dari kesalahan, kebebalan, bahkan kebobrokannya.

V.           Kesimpulan

Melalui perikop iniu kita dapat belajar dari kebobrokan manusia kepada Allah yang mengatakan bahwa Allah tidak ada, dan orang-orang benar mendapatkan penindasan. Manusia itu hanya melakukan yang tidak baik, manusia tidak menyadari akan adanya Allah, mereka hanya menganggap bahwa manusia yang berkuasa di bumi ini, Allah tidak ada. Sehingga manusia melakukan apa yang menurut mereka baik dan apa yang menurut mereka cocok untuk dilakukan dalam kehidupan ini. Merka tidak sadar bahwa yang  mereka lakukan itu adalah yang jahat. Mereka tidak sadar bahwa orang yang melakukan hal seperti itu adallah orang-orang yang ditolak oleh Allah.
Oleh karena itulah melalui perikop ini kita belajar dari Allah yang setia memulihkan setiap orang yang mengakui dan yang mau berseru kepada Tuhan. Allah adalah Allah yang mau mengampuni, walalupun manusia itu melakukan kesalahan yang tidak sesuai dengan kehendah Allah. Karena Allah adalah kasih, maka pembaca dapat mengerti tentang pemulihan yang diberikan Allah kepada pemazmur yang berseru.


[1] ________, Alkitab Edisi Studi, (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2010), hal 867.
[2] W. S. Lasor, dkk, Pengantar Perjanjian Laama 2: Sastra dan Nubuat, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994), hal. 41.
[3] Ibid.
[4] Sidlow Baxter, Menggali Isi Alkitab 2: Ayub s/d Maleakhi, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1989), hal. 69.
[5] Herlise Y. Sagala, Tafsiran Kitab Puisi (Diktat), (Bandung: Sekolah Tinggi Teologi Bandung, 2012), hal 17.
[6] W. S. Lasor, dkk, Pengantar Perjanjian Laama 2: Sastra dan Nubuat, hal. 67.
[7] David L. Baker, Mari Mengenal Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), hal. 80.
[8] C. Hassell Bullock, Kitab-Kitab Puisi Dalam Perjanjiaan Lama, (Malang: Gandum Mas, 2003), hal. 151-152.
[9] Ibid.
[10] C. Groenen, Pengantar ke dalam Perjanjian Lama, (Yogyakarta: Kanisius, 1979) hal. 228.
[11] ___________, Tafsiran Alkitab Masa Kini2: Ayub-Maleakhi, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1994), hal. 185.
[12] Dianne Bergant, & Robert J. Karris, Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, (kanisius) hal. 433. Top of ForBottom of Form
[13] Marie Claire Barth & B.A.Pareira, Tafsir Alkitab: Kitab Mazmur 1-72 Pembimbing dan Tafsiran, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1998), hal 208.
[14] Ibid, hal 209.
[15] M. C. Barth & B.A.Pareira, Tafsir Alkitab: Kitab Mazmur 1-41 Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989), hal 93.

Profil Rut


I.              Pendahuluan

Rut adalah salah seorang tokoh dalam kitab-kitab sejarah. Rut ini bukanlah hanya nama tokoh dalam kitab sejarah melainkan sekaligus nama sebuah kitab dalam kitab-kitab sejarah. Kitab Rut ini terjadi pada masa pemerintahan para hakim-hakim, yaitu pada masa kemurtadan bangsa Israel kepada Tuhan yang mengakibatkan terjadinya kekacauan, peperangan dan penghukuman Tuhan. Melalui Kisah Rut ini kita melihat masih ada terjadi masa damai yang bebas dari gangguan musuh, dan kisah Rut ini terjadi pada masa damai tersebut.
Rut adalah seorang perempuan Moab yang begitu menyayangi mertuanya, di mana ketika suami  dan anak-anak Naomi meninggal, Rut tidak mau meninggalkan dia, tetapi dia selalu setia menemani mertuanya, Naomi. Walaupun Naomi menyuruh Rut untuk kembali ke daerah asalnya dan meninggalkan Naomi, tetapi dia tidak mau meninggalkannya.
Dalam paper ini, penulis akan mencoba untuk menjelaskan tentang latar belakang dari seorang yang bernama Rut, apa yang dialami Rut dalam kehidupannya dan bagaimana dia menghadapi masalah dalam kehidupannya, serta bagaimana kita mengaplikasikan apa yang dialami Rut tersebut dalam kehidupan kita sehari-hari.

II.           Latar Belakang Rut

Kisah tentang   Rut  terjadi di tengah-tengah zaman kekerasan yang dikisahkan  dalam buku  Hakim-hakim. Rut adalah seorang wanita Moab yang menikah dengan seorang  Israel. Walaupun suaminya sudah meninggal, ia tetap menunjukkan  kesetiaannya terhadap ibu mertuanya yang berbangsa Israel itu,  dan selalu beribadat kepada Allah umat Israel. Pada akhir kisah  ini Rut mendapat seorang suami baru dari antara sanak saudara  mendiang suaminya. Melalui pernikahannya yang kedua ini Rut  menjadi nenek buyut Daud, raja Israel yang terbesar. Kisah-kisah dalam buku Hakim-hakim menunjukkan kesukaran-kesukaran yang terjadi karena umat Allah meninggalkan Allah. Sebaliknya, kisah Rut menunjukkan berkat-berkat yang diberikan Allah kepada seorang asing yang meninggalkan agamanya untuk percaya kepada Allah Israel. Oleh sikapnya itu ia menjadi anggota umat Allah.
Bencana kelaparan memaksa Elimelekh dan istrinya Naomi untuk pergi dari rumah mereka di Israel menuju negeri Moab. Elimelekh meninggal dan Naomi ditinggalkan dengan ke dua orang puteranya, yang kemudian menikah dengan dua gadis Moab, yaitu Orpa dan Rut. Setelah itu, ke dua puteranya meninggal dan Naomi hidup sendiri bersama Orpa dan Rut di tanah asing. Saat perjalanan pulang ke Betlehem, Orpa kembali kepada orang tuanya, tetapi Rut berketetapan hati untuk tinggal bersama Naomi. Ini adalah sebuah kisah tentang kasih, komitmen, dan pengabdian yang indah ketika Rut berkata kepada naomi, “kemanapun engkau pergi aku akan pergi, dan kemanapun engkau tinggal aku akan tinggal” (1:16). Rut akhirnya menikah dengan seorang pria kaya bernama Boas, yang kemudian melahirkan seorang putera bernama Obed yang merupakan kakek Daud. Kesetiaan Rut yang teruji mendapatkan upah seorang suami yang baru, seorang putera, dan sebuah posisi terhormat dalam silsilah garis keturunan raja, yaitu Yesus Kristus.
Secara historis, kitab ini menguraikan berbagai peristiwa dalam kehidupan suatu keluarga Israel pada zaman para hakim. Secara geografis, latar belakang 18 ayat pertama kitab ini adalah di tanah Moab (di sebelah timur Laut Mati). Sisa kitab ini terjadi dekat atau di Betlehem di Yehuda. Secara liturgis, kitab ini menjadi salah satu dari lima gulungan dari bagian ketiga Alkitab Ibrani, yaitu  Hagiographa (“Tulisan-Tulisan Kudus”). Tiap-tiap tulisan ini dibacakan di depan umum pada salah satu hari raya Yahudi tahunan. Karena drama inti dalam kitab ini terjadi pada waktu panen, kitab ini biasanya dibaca pada Hari Raya Panen.
Karena kitab ini hanya merunut keturunan Rut sampai Raja Daud (Rut 4:21-22), mungkin sekali kitab ini ditulis pada zaman pemerintahan Daud. Penulis kitab ini tidak pernah disebutkan dalam Alkitab, sekalipun tradisi Yahudi (mis. Talmud) menyebutkan Samuel sebagai penulisnya.
Rut ditulis untuk menguraikan bagaimana melalui kasih yang berkorban dan pelaksanaan hukum Allah yang benar, seorang wanita muda Moab yang saleh menjadi buyut raja Israel, Daud. Kitab ini juga ditulis untuk melestarikan sebuah kisah indah dari zaman hakim-hakim mengenai sebuah keluarga saleh yang kesetiaannya dalam penderitaan sangat kontras dengan kemerosotan rohani dan moral yang umum di Israel pada masa itu.[1]
Rut merupakan salah satu kitab dalam perjanjian lama dan sekaligus nama penulis dan salah satu nama seorang tokoh dalam perjanjian lama. Kisah Rut merupakan suatu kisah yang sangat menarik untuk direnungkan. Mengapa saya katakan demikian? Karena kisah Rut ini merupakan suatu kisah yang menggugah hati, di mana kisah ini menceritakan tentang seorang asing yang tinggal di daerah asing dan bisa bertahan hidup di sana.



i.          Latar Belakang Kitab Rut
Kitab Rut merupakan tambahan kepada kitab hakim-hakim, yang melengkapinya dari dua segi. Pertama dari kitab hakim-hakim kita mendapat kesan tentang hidup peperangan dan kejahatan, dan kitab Rut menunjukkan bahwa ada juga kehidupan yang aman dan sentosa pada zaman hakim-hakim. Kedua, dalam kitab hakim-hakim ditunjukkan bahaya pernikahan dengan orang-orang di Palestina yang menyembah berhala. Dalam hal ini kitab Rut menekankan bahwa bahaya itu bukanlah soal suku atau ras. [2]
Kitab Rut memberi keterangan mengenai keturunan Daud yang berasal dari seorang perempuan Moab. Relasi antara orang Israel dan orang Moab kurang baik, hanya dimasa dahulukala ada relasi persaudaraan antara kedua bangsa ini.[3] Karena itu penulis kitab ini yang hidup pada masa sesudah pembuangan di Babylon, dan dengan sadar menghubungkan raja Daud dengan Rut, orang Moab itu, dengan maksud untuk memberikan protes terhadap orang Moab, yang menurut Ulangan dan Nehemia tidak bolah masuk ke dalam jemaat Yehuda.
Kisah Rut ini menceritakan sejumlah peristiwa yang terjadi pada zaman hakim-hakim, suatu periode sekitar 200 tahun sebelum Daud menjadi raja Israel pada tahun 1000 SM. Beberapa Istilah dan adat istiadat orang Ibrani yang disebut dengan kisah Rut berasal dari zaman ini. Akan tetapi beberapa istilah dan peraturan yang disebutkan di dalamnya berasal dari waktu yang jauh lebih kemudian kira-kira tahun 250 SM. Dengan demikian kisah ini diperkirakan baru ditulis beberapa abad setelah peristiwa yang dituturkan terjadi.[4]
Kisah Rut ini dituliskan untuk umat Israel bertujuan untuk memperlihatkan bagaimana Allah mempergunakan orang Yahudi dan orang-orang dari bangsa lain untuk melaksanakan rencana-Nya di dunia. Rut bukian orang Israel melainkan orang Moab. Jaminan perlindungan dari keluarganya sendiri, ia lepaskan untuk hidup di Israel bersama dengan mertuanya, Naomi seorang janda israel yang kedua anak laki-lakinya telah meninggal. Ayat-ayat terakhir kisah ini menceritakan bagaimana Rut dan keturunanya menjadi nenek-moyang Daud, raja terbesar Israel.[5]

ii.          Latar Belakang Rut
Rut adalah seorang perempuan saleh dari Moab menantu Naomi, seorang wanita Yehuda yang telah ditinggal oleh suami dan kedua anak laki-lakinya ketika diam di Moab. Rut adalah seorang teladan bagus tentang seorang asing yang datang untuk mengenal Allah Israel melalui kontak dengan orang Israel. Ia sungguh membawa berkat bagi keturunan Abraham, dan ia juga diberkati melalui mereka. Ia adalah leluhur Daud, dan satu dari empat wanita, semua orang asing dalam silsilah Yesus menurut catatan Matius.[6]
Rut  adalah seorang wanita Moab yang menikah dengan seorang laki-laki Israel, kemudian suaminya meninggal. Ternyata Rut percaya kepada Tuhan, Allah Israel, dan dia lebih suka setia kepada mertuanya Naomi daripada kembali ke bangsanya sendiri ketika suaminya meninggal.[7] Walaupun Naomi menyuruh Rut untuk kembali ke negeri asalnya, Rut tetap tidak mau pergi meninggalkan mertuanya, Naomi, tetapi dia bersikeras untuk mendampingi Naomi kembali ke negeri asalnya.[8] Rut menjadi seorang asing di negeri asal Naomi, di Yehuda Betlehem.
Rut hidup pada zaman hakim-hakim memerintah atas bangsa Israel, setelah kematian Yosua dan sebelum adanya raja di Israel, yaitu 2 abad setelah perang antara Moab dan Israel yang pertama dan 80 tahun sebelum perang kedua, jadi diperkirakan sekitar abad ke-11 SM.
Rut diambil menjadi istri oleh Mahlon, salah seorang putra Elimelekh dan Naomi. Elimelekh, seorang Efrata dari suku Yehuda, membawa keluarganya pindah dari Betlehem, Yudea, ke tanah Moab, sewaktu ada kelaparan di tanah Israel.  Keluarga Elimelekh terdiri dari Naomi, istrinya, dan kedua putra mereka, Mahlon dan Kilyon. Setelah Elimelekh mati di tanah Moab,  kedua putra itu mengambil perempuan-perempuan Moab menjadi istri mereka. Kilyon terlebih dahulu menikah dengan Orpa, baru kemudian Mahlon menikahi Rut. Setelah 10 tahun berumahtangga, Mahlon dan Kilyon mati, sehingga keluarga itu sekarang hanya terdiri dari Naomi, dengan kedua menantu perempuannya, Orpa dan Rut. Walaupun suami-suami mereka sudah meninggal, Orpa dan Rut tetap menunjukkan kesetiaannya terhadap ibu mertuanya (Naomi) yang berbangsa Israel itu, dan rupanya selalu beribadah kepada Tuhan.

III.        Nilai-Nilai Teologis dan Aplikasi Pengalaman Rut pada Masa Sekarang

Kisah tentang   Rut  terjadi di tengah-tengah zaman kekerasan yang dikisahkan  dalam buku  Hakim-hakim. Rut adalah seorang wanita Moab yang menikah dengan seorang  Israel. Walaupun suaminya sudah meninggal, ia tetap menunjukkan  kesetiaannya terhadap ibu mertuanya yang berbangsa Israel itu,  dan selalu beribadat kepada Allah umat Israel. Pada akhir kisah  ini Rut mendapat seorang suami baru dari antara sanak saudara  mending suaminya. Melalui pernikahannya yang kedua ini Rut  menjadi nenek buyut Daud, raja Israel yang terbesar.
Kisah-kisah dalam buku Hakim-hakim menunjukkan kesukaran-kesukaran yang terjadi karena umat Allah meninggalkan Allah. Sebaliknya, kisah Rut menunjukkan berkat-berkat yang diberikan Allah kepada seorang asing yang meninggalkan agamanya untuk percaya kepada Allah Israel. Oleh sikapnya itu ia menjadi anggota umat Allah.
  Isi dari Kitab Rut adalah:[9]
Pasal pertama, berbicara tentang Rut datang ke Betlehem,
Pasal kedua, berbicara tentang  Rut bertemu dengan Boas,
Pasal yang ketiga, berbicara tentang Pendekatan Rut dengan Boas,
Pasal yang keempat, berbicara tentang tindakan penebusan Boas dan perkawinan Rut dan Boas. 

i.      Nilai-Nilai Teologis
Meskipun kitab ini tidak berkaitan secara langsung dengan masalah-masalah teologis, karena berisikan kisah pribadi-priibadi tetapi terdapat penekanan teologis di dalamnya yaitu providensi Allah baik terhadapa Israel maupun terhadap janji Allah. Meskipun tidak terdapat percakapan langsung dengan Tuhan, tetapi tiga nama Tuhan yang terdapat di dalamnya yaitu YHWH, Elohim dan Shadday dan terdapat sumpah kudus dalam Rut 3:13 ‘demi Tuhan yang hidup’.[10]
Cerita tentang kisah Rut memperlihatkan bimbingan Allah yang penuh rahmat dan kehidupan keluarga tersebut. Pemeran utama dari drama itu adalah Allah sendiri dan hadirat-Nya dalam cerita itu terlihat mulai dari keluhan Naomi, "Janganlah sebutkan aku Naomi; sebutkanlah aku Mara, sebab Yang Mahakuasa telah melakukan banyak yang pahit kepadaku. Dengan tangan yang penuh aku pergi, tetapi dengan tangan yang kosong TUHAN memulangkan aku. Mengapakah kamu menyebutkan aku Naomi, karena TUHAN telah naik saksi menentang aku dan Yang Mahakuasa telah mendatangkan malapetaka kepadaku"
(Rut 1:20-21).[11]
Kitab ini menunjukkan bahwa Allah berkuasa atas peristiwa-peristiwa dalam kehidupan orang percaya kepada-Nya. Allah sendirilah yang memberikan tempat perlindungan, sehingga dengan siasat yang sederhana rencana perempuan tua dan perempuan muda yang cantik tersebut dapat terlaksana.[12]

ii.    Aplikasi Dalam Kehidupan Masa Sekarang
Imannya mengangkat dia dari kebanggaan kesukuan dan kebangsaannya sendiri. Ia berkata kepada Naomi,” bangsamulah bangsaku”. Kebanggaan kesukuan dan kebangsaan itulah suatu rintangan yang menyebabkan Tuhan tidak bisa memakai kita. Kita terlalu terikat pada suku, bangsa dan kebudayaan kita. Maka jika kita ingin dipakai Allah maka kita harus bisa bersatu dimanapun kita berada, dalam suku apapun. Iman Rut melepaskan dia dari kepercayaan dan agamanya yang sia-sia. Ia telah meninggalkan semua kepercayaannya kepada takhayul, berhala-berhala dengan berkata kepada Naomi, “Allahmulah Allahku”.  Sekarang Rut percaya kepada Allah Israel, pencipta langit dan bumi.[13]
Kitab Rut sangat berharga karena ajaran-bersifat khas dan pelajaran-pelajaran praktis yang ada di dalamnya. Beberapa kebenaran yang patut diperhatikan dengan harus dikumpulkan mencakup:[14]
1.      Sama seperti Boas menebus Rut, demikianlah juga Yesus Kristus, penebus kerabat yang termasyur, dengan harga yang mahal telah menebus gereja dan menjadikannya sebagai pengantin-Nya.
2.      Keadaan yang tak berpengharapan dari Rut orang bukan Yahudi itu mewakili semua orang berdosa yang berada dalam keadaan tanpa harapan. Rut dibawa dari negeri pembuangan lalu diberikan suatu tempat kehormatan.
3.      Kisah ini mengajarkan bahwa bahkan dalam lingkungan yang terburukpun ditemukan orang-orang yang berhati mulia dan murni. Secara politis, peristiwa-peristiwa ini terjadi selama masa suram di tanah Yehuda.
4.      Pemeliharaan Allah terhadap ciptaan-Nya diperlihatkan secara efektif. Walaupun boleh dianggap bahwa nasib mujur telah membawa Rut ke ladang Boas, peristiwa ini langsung berada dalam maksud Allah yang jelas.
5.      Dalam kitab ini dinyatakan kekuatan yang melampaui batas dan konsekuensi yang luas dari dari pilihan-pilihan khusus. Tingkat kehidupan Rut dan Orpa berbeda jauh sekali karena pilihan-pilihan yang mereka buat disepanjang jalan kehidupan. Rut menemukan kebahagiaan dan perlindungan di Yehuda, sedangkan Orpa menjadi orang yang tak berarti di Moab.

IV.        Kesimpulan

Melalui kisah Rut ini, menunjukkan bahwa Allah yang ada dalam kisah Rut ini adalah Allah yang penuh kasih yang selalu menjaga dan memelihara umat-Nya yang mau menyerahkan dirinya kepada-Nya. Di mana Allah senantiasa melindungi keluarga Rut, Naomi, mertuanya yang sudah ditinggal oleh suami dan anak-anaknya, dia tetap dipelihara Allah.
Melalui kisah ini kita dapat melihat tentang keteguhan serta kedaulatan Allah yang senantiasa berlanjut dalam kisah Rut ini. Di mana dalam kitab ini tokoh sendiri sadar akan kedaulatan Allah berkuasa atas peristiwa-peristiwa yang dialami oleh tokoh sendiri. Keteguhan allah juga dapat dilihat melalui kesetiaan Rut mengikut Tuhan dan komitmen dia untuk bergantung kepada Allah.




[1] David M. Howard, Kitab-Kitab Sejarah Dalam Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 2009), hal 154.
[2] David L. Baker, Mari Mengenal Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), hal 59.
[3] J. Blommendaal, Pengantar Kepada Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), hal 156.
[4] ________, Alkitab Edisi Studi, (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2010), hal 423.
[5] Ibid, hal. 423.
[6] David M. Howard, Kitab-Kitab Sejarah Dalam Perjanjian Lama,, hal 154.
[7] Ibid, hal 58.
[8] Herlise Y. Sagala, Tafsir Kitab-Kitab Sejarah (Diktat), (Bandung: Sekolah Tinggi Teologia Bandung, 2012), hal 36.
[9] Ibid, hal. 36.
[10] Ibid, hal 35.
[11] W.S. Lasor, dkk, Pengantar Perjanjian Lama 1: Taurat dan Sejarah, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), hal 322.
[12] Ibid, hal 322.
[13] H.L. Senduk, Kristus Dalam Perjanjian Lama, (Jakarta: Yayasan Bethel, ___), hal 83.
[14] L. Thomas Holdcroft, Kitab-Kitab Sejarah,(Malang: Gandum Mas,1996) hal. 57.