Senin, 19 Maret 2012

KONSEP LOGOS MENURUT INJIL YOHANES 1:1-18


I. Pendahuluan
Kata logos adalah istilah filsafat yang mengandung arti yang sangat luas dan filosofis dalam dunia yunani. Jauh sebelum Rasul Yohanes menuliskan injilnya, sudah banyak yang memakai kata ini dalam dunia filsafat dan dalam agama serta alam semesta. Tetapi konsep logos ini sangat berbeda-beda ditafsir oleh banyak orang yang salah satunya adalah rasul Yohanes. Ada beberapa alasan penulis membahas mengenai konsep logos dalam Injil Yohanes, yaitu, pada zaman Yohanes, kata logos (firman) dipakai oleh begitu banyak orang, dengan begitu banyak arti, sehingga artinya menjadi sangat luas. Kata logos menunjuk pada apa yang diekspresikan manusia, sehingga diterjemahkan “kata”, “ucapan”, “pesan”, atau “firman”, tetapi kata firman juga dapat menunjuk pada apa yang menetap dalam pikiran manusia, sehingga diterjemahkan “pikiran”, “akal”, atau “logika”. Karena itu, menarik untuk mengkaji konsep logos dalam Injil Yohanes.
Penulis memilih Injil Yohanes karena melihat Injil Yohanes memiliki keunikan sendiri dibandingkan ketiga Injil lainnya. Di mana Injil Yohanes langsung menekankan pentingnya identitas Yesus sebagai Allah dan manusia serta karya-Nya untuk dunia. Selain itu penulis juga melihat bahwa Injil Yohanes memiliki pendekatan tersendiri dalam menjelaskan Yesus sebagai Mesias, Anak Allah. Injil Yohanes sepertinya lebih bersifat kontekstual, hal itu terlihat dari pemakaian istilah logos yang dipakai dalam prolognya. Selain itu, istilah logos muncul 128 kali dalam Injil. Istilah ini muncul 40 kali dalam Yohanes, 32 kali dalam Matius, 23 kali dalam Markus dan 32 kali dalam Lukas. Terlihat penggunaan istilah logos lebih dominan dalam Injil Yohanes dibanding tiga Injil lainnya. Jumlah yang dominan ini memperlihatkan bahwa pembahasan mengenai konsep logos dalam Injil Yohanes adalah perlu.
Dalam paper ini, penulis menjelaskan bagaimana pandangan-pandangan orang Yahudi, Yunani, dan juga pandangan Yohanes terhadap logos. Dan bagaimana persamaan pandangan orang yunani dan yahudi terhadap logos?

II.    Pandangan-Pandangan Terhadap Logos
Kata logos berasal dari bahasa Yunani yang artinya perkataan atau kata.[1] Dalam injil Yohanes Konsep logos dapat kita ketahui dari beberapa pandangan yang diuraikan oleh beberapa pandangan umum yaitu menurut pandangan orang Yunani, yahudi, menurut pandangan Rasul Yohanes, dan juga menurut pandangan orang Kristen. Berikut adalah penjelasan dari pandangan- pandangan tersebut.

Logos Menurut Pandangan Yunani
Ada banyak pandangan ajaran Filsafat Yunani mengenai konsep logos, namun dalam bagian ini penulis hanya membahas dua pandangan, yaitu Heraclitus dan Stoa. Penulis memilih kedua pandangan ini karena penulis melihat adanya kesejajaran pemikiran Heraclitus dan Stoa yang sangat menekankan bahwa logos hanyalah suatu akal yang bersifat ilahi yang mengatur dunia dan bukanlah suatu pribadi.

Menurut Pandangan Heraclitus
Sekitar tahun 500 BC seorang filsuf yang bernama Heraclitus menjadi filsuf pertama yang mengembangkan kata Firman. Ide dasar Heraclitus adalah bahwa segala sesuatu ada di dalam keadaan berubah-ubah.[2] Namun perubahan itu bukanlah suatu kebetulan, semua perubahan itu terkemudikan dan diatur, mengikuti pola yang terus-menerus sepanjang waktu. Dan yang mengendalikan pola tersebut adalah logos, firman dan nalar atau pikiran Allah.[3] Bagi Heraclitus, logos adalah dasar keteraturan yang menyebabkan alam semesta ini tetap ada, dan hanya logos itulah yang tidak berubah. Bagi Heraclitus, logos selalu ada dan segala sesuatu terjadi melalui logos ini. Menurutnya di dunia ada suatu ‘akal’ atau ‘pikiran’ yang bekerja secara ilahi, yaitu logos ilahi atau akal Allah sendiri yang mutlak dalam ekspresi diri-Nya, namun tidak berpribadi. Logos adalah ‘ekspresi’ dari Yang Maha Tinggi, di mana ia memperkenalkan dirinya sendiri dalam dunia dengan ‘percikan kecil’ dan ‘terbatas’ dalam apa yang disebut ‘prinsip spermatikos logos’ pada tiap-tiap manusia. Prinsip logos seperti inilah yang membuat keteraturan dunia, sehingga tidak kacau. Baginya Firman adalah akal ilahi, atau rencana ilahi yang mengatur semesta alam.[4]

Menurut Pandangan Stoa
Stoa mengembangkan doktrin Heraclitus. Kemudian Stoa memahami logos sebagai prinsip rasional dari segala sesuatu yang hidup, dan pokok dari rasional jiwa manusia. Para pengikut Stoa selalu terpukau akan keteraturan dunia. Menurut mereka segala sesuatu dikendalikan oleh logos Allah.[5] Logos adalah kekuatan yang memberikan makna kepada dunia; kekuatan yang membuat dunia menjadi teratur; kekuatan yang menggerakkan dunia dan membuatnya tetap bergerak dalam keteraturannya yang sempurna. Logos menembus segala sesuatu.[6] Kaum Stoa memahami Firman dengan istilah ‘logos universal’ yang merupakan ‘kuasa’ melalui ‘hukum’ yang mengatur semua benda, musim, bintang dan keteraturan tatanannya. Manusia wajib hidup sesuai dengan hukum kosmopolitan yang sudah diatur oleh logos tersebut, yang kemudian dapat diidentifikasikan sebagai ‘terang ilahi’ dalam dunia ini. Jadi, bagi kaum Stoa kata logos menunjuk pada prinsip akal yang olehnya segala sesuatu berada, dan yang merupakan inti dari akal manusia.[7]

Logos Menurut Pandangan Yahudi
Bagi orang Yahudi yang berlatar- belakang dari perjanjian lama, logos diartikan sebagai berikut:[8]
1.      Logos adalah “hikmat”, yaitu hikmat yang dipersonifikasikan (Amsal 8:22-31). Di mana hikmat telah ada bersama dengan Allah sebelum segala sesuatunya diciptakan Allah bahkan hikmat ini dikatakan sebagai pencipta dan mempunyai relasi yang intim dengan Allah. Konsep logos dalam injil yohanes berakar dalam perjajian lama, dan mengandung arti hikmat dan kuasa dan yang mempunyai hubungan dengan Allah.
2.      Logos adalah kuasa, di mana dikatakan bahwa Firman Tuhan langit telah dijadikan, dan Firman itu keluar dari mulut Allah, dan Firman itu berkuasa.

 Menurut Pandangan Philo
   Philo(20BC-50AD), seorang Yahudi di Alexandria, sangat gemar dan luas sekali dalam memakai istilah logos. Ia menggabungkan pemikiran Perjanjian lama dan filsafat sebagai The second God atau God in action. Ia melihan logos sebagai perantara antara Allah yang transenden dengan dunia materi yang nyata.[9] Bagi Philo, logos mengindikasikan pengertian Platonik yaitu ‘dunia ideal untuk mengkopi dunia nyata ini’. Di mana logos juga adalah ‘manusia asli’ yang ideal, yaitu ‘gambar Allah’ sendiri dan pikiran logos adalah pikiran Allah. Dan berdasarkan Stoikisme, logos adalah ‘prinsip rasional’ dari dunia yang berdimensi dua: akal (reason) dan kata (word). Kedua pemikiran Yunani ini bercampur dalam pemahaman Philo tentang logos. Namun bagi pemikiran helenistik, logos adalah ‘Theos’ tetapi bukan ‘ho Theos’, jadi kesempurnaan atau keilahiannya tidak lengkap sehingga logos dalam pemikiran Philo adalah ‘tempat manifestasi’ Allah sendiri dan logos dapat ‘dipersonifikasikan’ menjadi seseorang, tetapi tidak berarti berpribadi dan posisinya sebagai ‘Allah bawahan’. Dengan kata lain bagi Philo, kata firman dapat menunjuk pada manusia yang ideal, tetapi manusia yang ideal itu tidak menjelma menjadi manusia yang sejati.[10] Philo berpendapat bahwa logos adalah hal yang tertua di dunia dan merupakan alat yang dipakai oleh Allah untuk menciptakan dunia. Philo berpendapat bahwa logos adalah pikiran Allah yang dimateraikan ke atas alam semesta. Philo berbicara tentang logos yang dipakai Allah menciptakan dunia dan segala sesuatu. Philo mengatakan bahwa Allah, sang pengendali alam semesta, memegang logos itu seperti seorang pembajak sawah dan dengan logos itu, Ia mengemudikan segala sesuatu. Philo juga mengatakan, bahwa pikiran manusia telah dimateraikan dengan logos, dan bahwa logos itu memberi manusia nalar, kemampuan untuk berpikir dan kemampuan untuk mengetahui sesuatu. Logos adalah pengantara antara dunia dan Allah dan bahwa logos adalah iman yang memperhadapkan jiwa kepada Allah. Konsep logos digunakan oleh Philo dalam berbagai implikasi untuk menjadi konsep tentang satu pengantara antara Allah yang transenden dengan alam semesta, satu kuasa aktif yang langsung dalam penciptaan dan pewahyuan. 

Logos Menurut Pandangan Rasul Yohanes
Injil Yohanes sangat berbeda dengan injil lain dan dengan para filsuf lain dalam menafsirkan logos, dan dalam injil ini, Yohanes memulai dengan sebuah pernyataan yang luar biasa mengenai Yesus Kristus.[11]  Rasul Yohanes menuliskan pandangannya terhadap logos melalui  pengaruh dari beberapa pandangan yang telah ada sebelumnya, yaitu melalui latar belakang Yahudi maupun Yunani. Hal ini mempermudah pembaca untuk mengerti tentang konsep logos baik orang Yahudi maupun non-Yahudi. Dalam penulisan ini, Rasul Yohanes dipimpin oleh Roh Kudus untuk menggunakan konsep yang ada pada waktu itu untuk menyatakan maksud Allah kepada manusia, yang pada akhirnya menyatakan Allah sendiri kepada manusia. Dalam hal ini kita dapat melihat bahwa Rasul Yohanes mengatakan bahwa Firman itu adalah Allah bukan hanya sekadar hikmat, kuasa atau reason seperti yang dikatakan oleh orang-orang Yahudi.
 Dalam injil Yohanes, menyebutkan hanya empat kali bahwa logos itu adalah Yesus. Menurut yohanes nama itu memiliki arti yang sangat penting. Arti dari kata ini sangat sulit ditentukan. Yohanes mengawali Injilnya dengan menyebut Yesus “Firman itu” (Yun. Logos). Dengan menggunakan istilah ini bagi Kristus, Yohanes memeperkenalkan-Nya sebagai Sabda Allah yang pribadi dan menunjukkan bahwa pada zaman akhir ini Allah telah berbicara kepada manusia melalui Anak-Nya (Ibrani 1:1-3).
Tujuan penulisan Injil Yohanes yaitu “supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya” (Yoh. 20:31) juga dibahas dalam Yoh. 1:1-18. Namun dalam Yohanes memakai kata Logos untuk identitas Allah yang berinkarnasi dalam diri Yesus. Dalam injil Yohanes ada tiga pernyataan yang mengungkapkan Kristologi Logos:
(a)    Logos adalah Allah yang kekal (1:1),
Kata logos yang ada dalam Yohanes 1:1 mengatakan bahwa Kristus adalah Firman yang kekal. Dapat kita lihar dalam bahasa aslinya bahasa Yunani di mana dalam bahasa Yunani dikatakan:
En avrch/| h=n o` lo,goj( kai. o` lo,goj h=n pro.j to.n qeo,n( kai. qeo.j h=n o` lo,gojÅ
Kata logos pada ayat ini merupakan suatu ungkapan, di mana melalui kata-kata kita ungkapkan kata-kata kita sehingga kata logos yang ada dalam ayat ini adalah Firman Allah yang berarti Tuhan yang mengungkapkan diri-Nya sendiri, dengan cara yang dapat didengar dan dimengerti oleh manusia. Kristus bukan hanya pernyataan Allah, tetapi Ia selalu tetap tidak lain daripada Allah sendiri.[12]
(b)   Logos adalah terang (1:4-5),
Kata terang di sini berkaitan dengan ayat sebelumnya. Karena kristus yang menciptakan sebaga sesuatu, pastilah Ia merupakan pancaran hidup. Dialah pemberi hidup. Seperti kata terang in I dapa kita lihat dalam bahasa Yunani, yaitu
evn auvtw/| zwh. h=n( kai. h` zwh. h=n to. fw/j tw/n avnqrw,pwn\
kai. to. fw/j evn th/| skoti,a| fai,nei( kai. h` skoti,a auvto. ouv kate,labenÅ
Kata terang dalam ayat ini adalah merupakan salah satu gelar Yesus. Artinya adalah dimana Allah adalah terang manusia. Yang dibicarakan di sini adalah hubungan antara Allah dengan manusia. Terang inilah yang akan menerang semua orang yang ada di dunia.dan terang itu akan bercahaya dalam kegelapan dan hal ini memberikan gelar ilahi lain bagi Kristus.[13] Melalui hal ini dapat kita ketahui bahwa tersang itu adalah Allah.
(c) Logos adalah Yesus yang menjelma menjadi manusia (1:14-18).
Sebelum segala sesuatu ada, Kristus sudah ada bersama dengan Allah. Ia selalu hidup dan Dia sendiri adalah Allah. Allah telah menjadi manusia sehingga logos dalam injil Yohanes telah menjadi manusia.[14] Dapat kita lihat logos dalam bahasa aslinya:
Kai. o` lo,goj sa.rx evge,neto kai. evskh,nwsen evn h`mi/n( kai. evqeasa,meqa th.n do,xan auvtou/( do,xan w`j monogenou/j para. patro,j( plh,rhj ca,ritoj kai. avlhqei,ajÅ
Dalam ayat yang ke-14 ini dapat kita ketahui bahwa logos itu telah menjadi manusia. Dan logos yang telah menjadi manusia itu dapat kita lihat dalam diri bahwa Juruselamat sendiri yang menjadi manusia. Ia menjadi manusia sempurna yang tidak berdosa, tanpa salah, tanpa noda. Dia adalah manusia yang sempurna. [15]

III. Persamaan Konsep Logos Menurut Orang Yunani Dengan Yahudi
Secara ringkas bagi orang Yahudi, logos adalah maha kuasa dan dunia diciptakan oleh logos. Bagi Yunani dunia dipelihara oleh logos karena logos mempunyai prinsip yang rasional. Namun, nampaknya baik Yahudi maupun Yunani mempunyai banyak persamaan dan sama-sama setuju bahwa logos adalah:[16]
1.      Sebagai awal mula dari segala yang ada. Hal ini dapat kita lihat dari pandangan Yohanes, di mana dia menulis bahwa segala sesuatu dijadikan melalui Dia dan tanpa Dia tidak ada  sesuatu pun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan. Dan dengan jelas dapat kita lihat melalui injilnya, Yohanes mengatakan bahwa Allah menciptakan dunia melalui logos.
2.      Mempunyai unsur kekuatan yang mengatur alam semesta. Di mana logos tidak pernah berubah walaupun dunia berubah, sehingga logos inilah yang akan mengatur, menjaga bumi, alam semesta ini. logos dianggap sebagai jiwa dunia, dan ternyata masih banyak yang masih malu-malu mengatakan bahwa logos adalah Allah. Tetapi dengan tegas Rasul Paulus mengatakan bahwa logos (Firman) itu adalah Allah.
3.      Merupakan pernyataan Diri Allah atau God’s self-expression. Logos merupakan dunia Allah yang disebut logos endiatheos. Tetapi pada saat yang sama logos juga menyatakan diri dan sifat Allah melalui perkataan, atau yang disebut logos prophorikos. Namun, di sini Rasul Yohanes dengan tegas mengatakan bahwa tidak seorang pun yang pernah melihat Allah, tetapi anak tunggal allah yaitu logos, Dialah yang menyatakan-Nya. Inilah yang merupakan kelebihan penting konsep logos Rasul Yohanes.
Menurut filsafat Yunani dan Yahudi, tidak ada penjelasan yang memuaskan tentang logos, sehingga banyak orang yang mencari latar-belakang dari filsafat Yunani dan Yahudi. Sebab di dalam pikiran kebudayaan mereka bahwa kata Firman itu memainkan peranan yang cukup penting, khususnya dalam rangka teologi Yahudi mengenai kebijaksanaan. Lebih khusus lagi dalam kata “gnosis” sebagai latar-belakang untuk kata firman pada Yohanes. Tetapi mengenai gnosis itu sendiri dapat dinyatakan sejauh mana aliran ini berkembang dari atau paling sedikit sangat dipengaruhi oleh pemikiran Yahudi. Tambah lagi bahwa dalam gnosis kata firman pasti tidak memainkan peranan yang sentral. Dari hal ini kita tahu bahwa pemikiran ini ntidak mungkin mempengaruhi alam pikiran Yohanes. Tetapi. Dengan latar-belakang itu akhirnya tidak diperoleh keterangan yang jelas mengenai arti kata firman, sehingga Yohanes membuat konteks sendiri terhadap logos.[17]

IV. Makna Teologis Logos Pada Masa Kini
Dari beberapa pandangan yang telah dipaparkan penulis diatas, kita dapat melihat makna teologis yang dari logos tersebut pada masa kini. Teologi logos merupakan hal yang sangat penting di dalam kekristenan di sepanjang zaman, karena inkarnasi logos merupakan titik awal penebusan Kristus di dunia. Logos telah menjadi manusia yang digenapi dalam diri Yesus Kristus.
Pada zaman Yohanes semua gologan pembaca dapat mengerti dengan konsep logos yang ditulis oleh Rasul Yohanes, di mana dia menuliskannya berdasarkan wahyu, dan logos mempunyai ciri yang unik yaitu di mana logos adalah Anak Allah, yang berinkarnasi dalam rangka memperkenalkan Allah sepenuhnya.[18] Firman itu telah ada sejak kekekalan dan sekarang telah menjadi manusia dan Yohanes memberitakan kemuliaan-Nya. Wahyu tentang terang inilah yang dijabarkan oleh Yohanes dalam injilnya. Yohanes memberikan sebuah ringkasan dari teologinya di pendahuluan dan diinjilnya, di mana di dalamnya ia menjabarkan wakyu tentang hidup dan terang melalui sang Putra dan juga menjabarkan dosa yang menggelapi Dunia dan menolak terang itu.[19]

V.    Kesimpulan
Melalui pemaparan di atas tentang pandangan-pandangan tewrhadap logos, logos yang dimaksud dalam injil Yohanes menunjuk pada diri Yesus sebagai Allah dan manusia. Tema logos dalam Yohanes yaitu “Firman adalah Allah yang menjadi manusia” diarahkan untuk menyaksikan fakta Yesus sebagai “Anak Allah” dan “Mesias” yang dijanjikan dengan segala perbuatan-Nya, supaya manusia dapat mengenal Dia sebagai Perantara sejati untuk keselamatan. Memang kediaman-Nya sebagai manusia di dunia, tetapi itu hanya untuk sementara saja. Namun waktu yang sementara ini dipakai-Nya untuk membuktikan secara langsung kasih dan anugerah-Nya yang begitu besar kepada manusia. Karena logos datang ke dunia dan menjadi manusia hanya untuk menyelamatkan manusia dari dosa-dosanya. Sehingga dengan demikian manusia bisa benar-benar percaya bahwa Dialah Mesias, Anak Allah yang membebaskan. Inkarnasi logos menjadi Yesus, inilah hal yang ingin ditekankan oleh Yohanes.















DARTAR PUSTAKA
Calrk, Gordon H. 1989. The Johannine Logos. Maryland: The Trinity Foundation.            
Dister, Nico Syukur. 2004. Teologi sistematik 1 Allah Penyelamat. Semarang:Kanisius.
Enns, Paul. 2008. The Moody Handbook of Theology (Buku Pegangan Teologi). Malang: Literature Saat.
Habalberg, Dave. 1999. Tafsiran Injil Yohanes 1-5 Dari Bahasa Yunani Karena Begitu Besar Kasih Allah Akan Dunia Ini. Yogyakarta: Yayasan Andi.
Jacobs, Tom.  2000. Siapa Yesus Kristus Menurut Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius.
Pink,  A.W. 1945. Tafsiran Injil Yohanes. Surabaya: Yakin.
Preiffer, Charles F. 2008. The Widiffe Bible Commentary (Tafsiran Alkitab Widiffe)Volume 3 Perjanjian Baru. Malang: Gandum Mas.
Santoso, David Iman . 2005. Theologi Yohanes Intisari Dan Aplikasinya. Malang: Literature Saat.
Soehardjo, dkk. 1977. Firman Allah yang Hidup Perjanjian Baru Dalam Bahasa Sehari-Hari. Bandung: Kalam Hidup.


[1]Gordon H. Calrk, The Johannine Logos, (Maryland: The Trinity Foundation,1989) Hal 14.
[2] Ibid, hal 15
[3] Dave Habalberg, Tafsiran Injil Yohanes 1-5 Dari Bahasa Yunani Karena Begitu Besar Kasih Allah Akan Dunia Ini, (Yogyakarta: Yayasan Andi, 1999), hal 32.
[4] Gordon H. Calrk, The Johannine Logos, hal 15.
[5] Ibid hal 15
[6] Nico Syukur Dister, Teologi sistematik 1 Allah Penyelamat, (Semarang:Kanisius,2004), hal 191,192.
[7] Ibid, hal 192.
[8] David Iman Santoso, Theologi Yohanes Intisari Dan Aplikasinya, (Malang: Literature Saat, 2005), hal 26,27.
[9] David Iman Santoso, Theologi Yohanes Intisari Dan Aplikasinya,hal 27.
[10] Dave Habalberg, Tafsiran Injil Yohanes 1-5 Dari Bahasa Yunani Karena Begitu Besar Kasih Allah Akan Dunia Ini, hal 32.
[11] Ibid, hal 33.
[12] A.W. Pink, Tafsiran Injil Yohanes, (Surabaya: Yakin,1945)Hal 10.
[13] Ibid, hal 14,15.
[14] Soehardjo, dkk. Firman Allah yang Hidup Perjanjian Baru Dalam Bahasa Sehari-Hari,(Bandung: Kalam Hidup, 1977), hal 130.
[15] A.W. Pink, Tafsiran Injil Yohanes,hal 18.
[16] David Iman Santoso, Theologi Yohanes Intisari Dan Aplikasinya, hal 28,29.
[17] Tom Jacobs, Siapa Yesus Kristus Menurut Perjanjian Baru, (Yogyakarta: Kanisius, 2000)Hal 151,152.
[18] Charles F. Preiffer, The Widiffe Bible Commentary (Tafsiran Alkitab Widiffe)Volume 3 Perjanjian Baru,(Malang: Gandum Mas,2008), hal 300.
[19]Paul Enns, The Moody Handbook of Theology (Buku Pegangan Teologi), (Malang: Literature Saat,2008), Hal 160.

THOMAS AQUINAS


I.       PENDAHULUAN

Augustinus adalah seorang teolog yang berpengaruh dalam perkembangan gereja dan sejarah perkembangan teologi, dan dapat dikatakan ia adalah seorang teolog terpenting.[1] Teologi Augustinus merupakan puncak perkembangan teologi gereja mula-mula dan juga jembatan kepada teolog-teolog abad pertengahan. Augustinus adalah seorang besar yang memberi sifat pembentuk bagi pemikir Kristen. Ia adalah seorang katolik tetapi juga Injili, seorang warga dunia yang terdidik tetapi juga seorang kristen yang rendah hati dan berbakti. Augustinus lahir pada tahun 354 sM di Thagase, sebuah kota kecil bagian provinsi Romawi di Afrika. Ayahnya bernama Patricius, seorang kafir yang tidak peduli tentang moralitas dan baru masuk Kristen dalam waktu dekat sebelum wafatnya (372). Ibunya bernama Monica, ia adalah seorang Kristen yang saleh dan sangat mengasihi Augustinus. Walaupun Patricius dan monica sangat berbeda karakternya, namun mereka mempunyai keinginan yang sama yakni menjadikan Augustinus seorang yang berhasil dalam studinya dan dapat mendobrak dunia sempit di Thagase. Augustinus pun meresponi keinginan dari orang tuanya sehingga ia dapat menyelesaikan pendidikannya dengan cepat di Thagase.
Ketika ia berusia 12 tahun, orang tuanya mengirimnya ke Madaura untuk belajar di suatu sekolah bagi anak-anak yang berbakat. Di sana Augustinus memulai pendidikannya dengan membaca Vergil dan karya para penyair Yunani dan Romawi. Pada tahun-tahun awal masa remajanya, gairah seks dan sensualitas juga berkembang. Adapun kesenangan dari Augustinus adalah menonton sandiwara komedi latin klasik yang isinya telah dicampur-adukkan dengan unsur sejarah, agama, dan porno.
Pada usia 16 tahun, ayahnya meninggal, dan karena tidak mempunyai uang, Augustinus terpaksa pulang ke rumahnya. Kemudian seorang kaya yang bernama Romanian bersedia untuk membiayai studi Augustinus di universitas Kartago. Selama menempuh belajar di Kartago, Augustinus pun masih terperangkap dengan dunia sensualitas. Ia tidak pernah mau mendengarkan ibunya untuk kembali ke jalan yang benar, bahkan ia mengambil seorang wanita simpanan di Kartago dan menjadi ayah dari seorang putra yang bernama Adeodatus yang artinya “Yang diberikan oleh Allah”.[2]

II.                PERTOBATAN DAN PELAYANAN AUGUSTINUS
Pertobatan Augustinus sangat lama dan membutuhkan suatu proses dimana ia selalu berusaha untuk mencari-cari kebenaran tetapi ia selalu kecewa. Ketika pertumbuhan intelektualnya terus berlanjut, Studi filsafat membuatnya  kecewa dengan gaya dan substansi Alkitab, dimana ia menemukan bahwa isi Alkitab kabur, saling bertentangan, dan kadang-kadang terasa memuakkan, kemudian ia berangkat ke Roma dengan harapan mendapatkan kebenaran itu. Tetapi ternyata di Roma ia tidak mendapatkan kebenaran tersebut, dan masih tetap menolak Alkitab.[3] kemudian ia mencari kebenaran di tempat-tempat lain sampai akhirnya ia terlibat dengan suatu sekte yang disebut kaum Manichaean (aliran Gnostik), semacam gnostik Persia yang sangat asketis (suatu pola kesalehan untuk mencapai kesempurnaan) yang mengajarkan suatu dualisme. Selama 9 tahun Augustinus menjadi penganut Manichaeisme. Namun pada akhirnya ia kehilangan kepercayaan kepada Manichaeisme karena akal budi dan hatinya tidak dipuaskan oleh ajaran tersebut. Kemudian dia beralih kepada Skeptisisme yang berarti keraguan, dimana dalam skeptisisme ini keraguan dan kecurigaan dijadikan prinsip dan metode. Ia berkeyakinan bahwa manusia tidak sanggup untuk mengetahui sesuatu dengan penuh kepastian, semuanya hanya samar-samar saja; tidak ada pegangan yang kokoh.
Ketika ia berusia 30 tahun, ia pindah dari Kartago ke Roma. Di Roma, pencarian Augustinus untuk iman yang baru memimpin dia pada Neoplatonisme. Kaum Neoplatonisme mengajarkan bahwa (1) Allah adalah oknum yang murni dan sempurna. (2) dari Allah keluar pikiran yang universal, kemudian satu jiwa-dunia akhirnya alam materi. (3) manusia naik kepada Allah dengan menjalani suatu kehidupan yang ketat dan dengan melibatkan diri dalam meditasi mistik sebagai satu jalan kepada keselamatan.
Untuk sesaat Augustinus terpesona oleh Neoplatonisme, yang memiliki beberapa kemiripan dengan Manichaeisme. Pelajaran filsafatnya itu membawanya lebih dekat lagi kepada agama Kristen, dan di bawah pengaruh ibunya, Monica, yang datang dan tinggal bersamanya, Augustinus mulai menghadiri gereja dimana ia mendengar khotbah Uskup Ambrose dari Milan. Khotbah-khotbah ini membuat hati dam pikirannya bergumul dan membuat ia tertarik pada kekristenan. Ia meninggalkan wanita simpanannya.
Pada hari pertobatannya ketika ia sedang duduk di suatu taman di Milan, ia mendengar nyanyian anak kecil berkata, “Ambil dan bacalah; ambil dan bacalah.” Ketika itu Augustinus menemukan kitab terdekat yaitu Alkitab. Ia membukanya sembarangan dan membaca perkataan Paulus dalam Roma 13:13-14. setelah ia membacanya ia merasakan hadirat dan damai sejahtera Kristus masuk ke dalam kehidupannya. Ia kemudian menuliskan, “seakan cahaya iman memenuhi hatiku dan segala kabut keragu-raguan dilenyapkan.”[4] Augustinus memperoleh keyakinan pengampunan dosa dan menyaksikan pertobatannya kepada teman-teman seprofesi dan juga kepada ibunya. Ibunya sangat senang, dan pada paskah berikutnya ia dibabtis oleh Ambrosius.
Kemudian Augustinus dan ibunya kembali ke Afrika, tetapi di tengah perjalanan ibunya meninggal.[5] Sesampainya di Afrika ia menjual segala harta benda miliknya dan membagikannya kepada orang-orang miskin. Atas permintaan dari Uskup kota Hippo di Afrika Utara, Augustinus pergi ke Hippo untuk melayani orang-orang Kristen di sana. Empat tahun kemudian, ia terpilih menjadi salah satu Uskup di Hippo. Di tempat yang terpencil itu ia menjadi pemimpin besar dari Gereja Barat. Oleh khotbah-khotbah, surat-surat, juga oleh pengaruhnya dalam sinode wilayah Afrika, ia menjadi pembaharuan theology Gereja dan menjadi guru juga bagi banyak pemuka Gereja daerah lain.[6]
Ada beberapa pengajaran dari Augustinus yang cukup berpengaruh, antara lain: ajarannya tentang gereja, pengajaran kepausan, perjamuan kudus, baptisan dan dosa turunan, trinitas, dan lain-lain.

III.             TRINITARIANISME AUGUSTINUS

            Ketika ia masih muda, ia berpikir tentang Allah sebagai satu oknum tak kelihatan yang dapat menolongnya lolos dari pukulan-pukulan di sekolah. Ketika ia berumur dua puluhan, Agustinus mendapati Allah itu diam secara misterius. Setelah pertobatannya, ia lambat laun sampai pada suatu pemahaman yang matang tentang Allah Alkitab. Ia menyatakan bahwa Allah yang transenden menciptakan segala sesuatu ex nihilo, dari tidak ada. Jadi Augustinus menolak ajaran Plato, pandangan Skeptik, dan juga dualismenya Manichaean. Ia percaya bahwa alam semesta tidak ada dengan sendirinya dan bisa mencukupi diri sendiri; alam semesta itu pasti mempunyai sumber dan sasarannya di dalam Allah, yang transenden di atas segala sesuatu.
            Pada saat yang sama, Agustinus menekankan pada providensi Allah yang kreatif, yang memerintah di atas segala sesuatu, dari atom terkecil sampai bintang yang terbesar. Kontribusi besar teologis Augustinus oleh Atanasius. Augustinus mengajar bahwa Allah telah menyatakan diri-Nya sebagai Bapa, Putera, dan Roh Kudus yang kekal. Atanasius dan Augustinus berpendapat bahwa tiga Oknum Trinitas itu adalah setara, kekal, dan mempunyai substansi yang sama. Masing-masing Oknum itu secara kekal dan setara memiliki seluruh substansi dan kuasa ke-Allahan, tetapi masing-masing berbeda satu dengan yang lainnya melalui hubungan-hubungan dimana mereka berdiri satu terhadap lainnya. Masing-masing memiliki kepribadian yang penuh.
            Usaha Augustinus untuk memahami dan menerangkan Trinitas bertumpu pada “iman yang mencari pemahaman.” Usaha itu adalah pendekatan deduktif, yang di dasarkan pada otoritas Alkitab dan gereja. Prinsip Trinitarian Augustinus menyelesaikan apa yang tidak dapat dilakukan para pemikir lain. Bagi Augustinus, Trinitas mempersatukan segala realitas. Allah Bapa dilihat sebagai esensi Ilahi, Allah Roh Kudus menopang, mendukung, dan memberi eksistensi yang berkesinambungan kepada segala ciptaan. Dalam kesatuan Trinitas, Allah Putera menghubungkan segala realitas, baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan. Augustinus juga menekankan rema Alkitabiah bahwa alam semesta bergantung pada kehendak Penciptanya.
            Akhirnya, mengikuti pengajaran Paulus dan pengajaran lainnya dalam Alkitab, Augustinus percaya bahwa Allah merencanakan atau mempredestinasikan sebagian orang untuk diselamatkan. Ia meliputi orang-orang pilihan itu dengan orang-orang percaya dan Roh Kudus sehingga mereka dapat beriman kepada Kristus. Ketika Augustinus melihat ke belakang ke dalam kehidupannya sendiri, ia dapat melihat bagaimana Allah telah bekerja mendesak dia menuju keselamatan. Allah mengetahui terlebih dulu siapa yang akan dengan bebas menerima anugerah-Nya. Orang-orang itu menerima pengaruh-pengaruh khusus untuk membawa mereka ke dalam keselamatan. Di atas segalanya, Augustinus mengajarkan bahwa Allah Tritunggal itu berdaulat; Ia dengan penuh anugerah mengasihi dan mengendalikan segala sesuatu.

IV.       KONSEP AUGUSTINUS TENTANG GEREJA

Augustinus merupakan tokoh gereja abad pertengahan, dan pada masa itu kaum donatis mengecam gereja katolik karena kesucian dan kesungguhan iman. Bagi mereka kesucian para pejabat dan angora gereja menjamin kebenarannya. Hanya iman yang hidup suci dan tidak pernah goyah sedapat melayani sakramen-sakramen yang sah. Secara singkat, dapat dikatakan bahwa kaum Donatis berpendapat bahwa gereja hanya dapat disebut suci kalau kesucian ini nyata dalam kehidupan semua pejabat dan anggotanya.
Ada beberapa penekanan dari kaum Donatis ini, antara lain: (a) Disiplin gereja yang ketat dan tegas (bahaya moralisme dan legalisme). Mereka mencita-citakan suatu gereja yang murni dan sempurna. (b) orang-orang Kristen telah menyangkal iman dalam penghambatan gereja, diharuskan untuk dibaptis kembali. (c) penolakan para pendeta yang dianggap tidak layak, khususnya mereka yang telah menyangkal iman mereka. (d) sifat mutlak dari baptisan dalam hubungan dengan keselamatan. (d) sakramen-sakramen yang diberikan oleh hamba-hamba Tuhan yang tidak setia (menyangkal iman) dianggap tidak sah. Dan pandangan ini mengakibatkan perpecahan gereja. (e) penolakan terhadap campur tangan pemerintah dalam urusan-urusan agama, perkembangan individualisme.[7]
Donatisme (gereja pecahan di Afrika Utara yang dipimpin oleh Donatus yang mengajarkan bahwa gereja terdiri dari orang-orang suci) merupakan suatu pola berpikir yang berusaha untuk meningkatkan dan menyegarkan kehidupan gereja dengan meningkatkan disiplin gerejawi. Selain itu Donatisme mengaitkan wewenang pejabat-pejabat gereja dengan hidupnya, bahkan mengaitkan sahnya sakramen yang dijalankan dengan kesucian hidup pejabat gereja itu.
Augustinus melawan Donatisme ini dengan sangat kerasnya. Menurut dia, kekudusan gereja tidak bersifat subyektif, melainkan obyektif dan eskhatologis. Dasar kekudusan terdapat dalam karya Kristus dan bukan dalam perbuatan manusia yang menyucikan diri sendiri. Kekudusan orang-orang percaya adalah pemberian Tuhan yang diterima secara pribadi. Kesempurnaan bersifat eskhatologis, baru akan dicapainya dalam penciptaan baru.[8] Kesetiaan Augustinus terhadap gereja Katolik tidak diragukan. Di mata Augustinus, Donatisme tampak menjadi sangat picik dan klaimnya sebagai satu-satunya Gereja Kristus yang sejati terdengar sangat bodoh.  Sebagai seorang imam di Hippo, Augustinus menghasilkan sejumlah tulisan yang dengan begitu tekun, menelaah satu persatu garis-garis besar permasalahan anti-Donatis.[9]
Salah satu pokok persoalan di dalam perdebatan itu adalah masalah pembaptisan ulang. Pembaptisan skismatik adalah pembaptisan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok seperti kaum Donatis yang telah memisahkan diri tubuh pokok umat beriman. Pada zaman Augustinus, semua orang Katolik Barat menerima keabsahan pembaptisan skismatik, termasuk pembaptisan yang dilakukan oleh kaum Donatis. Tetapi yang menjadi masalah adalah kaum Donatis sediri mewajibkan pembaptisan ulang atas orang-orang Katolik yang hendak bergabung dengan mereka. Karena di mata kaum Donatis, justru orang Katoliklah yang skismatik. Situasi ini memunculkan keprihatinan pastoral yang mendorong Augustinus mengemukakan argumen-argumen untuk membela pembaptisan Katolik terhadap serangan kaum skismatik.
Penyebab utama skisma Donatis adalah bahwa para uskup Katolik di seluruh dunia dianggap telah dijauhkan dari Roh sehingga tidak mempunyai apa-apa lagi untuk diberikan kepada kawannya maupun kepada para pengganti mereka di dalam jabatan keuskupan. Hal ini di katakan oleh kaum Donatis karena uskup Katolik pernah memaafkan traditio. Sebagai reaksi, orang-orang Katolik tidak hanya membela kelayakan para uskup mereka, melainkan juga menyerang ajaran teologis yang fundamental bagi argumen para lawan mereka, yakni invaliditas sakramen-sakramen yang diberikan oleh para pelayan yang tidak pantas.inilah pendirian yang hendak dipertahankan oleh Augustinus dalam traktatnya yang terpenting mengenai anti-Donatis, yaitu Baptism: Against the Donatists (Pembabtisan: Melawan Kaum Donatis), yang ditulis pada tahun 400-401.[10]
Augustinus menolak Donatisme berdasarkan 3 pertimbangan, yaitu: (a) berdasarkan kematian Kristus (Yohanes 3:16). Gereja adalah gereja yang bersifat universal dan Am. (b) di luar gereja (Katolik) tidak ada keselamatan. Hal ini berarti bahwa pemisahan diri dari gereja katolik selalu berarti bahwa yang bersangkutan terpisah dari keselamatan. (c) kasih kepada Kristus juga selalu mendorong kasih kepada saudara-saudara beriman: “Bila anda mengasihi kepala gereja, maka anda juga mengasihi anggota-anggota gereja.” Jadi, bila kaum Donatis meninggalkan saudara-saudara yang dikasihi oleh Allah, maka mereka sekaligus meninggalkan kasih Allah.[11]
Seorang teolog yang bernama Optatus, Uskup Mileve, pada tahun 365 mengatakan bahwa keabsahan sakramen-sakramen tidak tergantung dari imam-imam yang melayaninya melinkan dari Allah Tritunggal yang melayani sakramen-sakramen melalui tangan pejabat gereja. Alasan-alasan Optatus sangat mempengaruhi Augustinus. Augustinus bertolak dari gagasan-gagasan eklesiologis seperti yang dikemukakan oleh Otatus. Gereja adalah tubuh Kristus, tempat kediaman Roh Kudus, Ibu semua orang percaya, tempat satu-satunya dimana manusia dapat memperoleh keselamata melalui iman dan sakramen-sakramen. Ia juga memperdalam eklesiologis anti-Donatis dengan membedakan dua aspek yang ada dalam gereja, yaitu gereja yang kelihatan dan gereja yang tidak kelihatan. Gereja yang kelihatan terdiri dari orang-orang baik dan orang-orang berdosa, dan mustahil jika memisahkan kedua jenis anggota gereja tersebut. Sedangkan gereja yang tidak kelihatan menurut Augustinus adalah gereja yang merupakan tubuh Kristus, dimana orang yang percaya yang menjadi bagian dalam tubuh Kristus tersebut adalah orang yang benar-benar telah dipilih oleh Allah. Dikemudian hari eklesiologi ini dihubungkan Augustinus dengan ajaran tentang predestinasi, yaitu gagasan bahwa Allah sebelum segala zaman telah menentukan siapa yang akan diselamatkan.[12]

V.          SPIRITUALITAS AUGUSTINUS DAN PENGARUHNYA DI ZAMAN SEKARANG

Pengaruh Augustinus dapat ditemukan sepanjang sejarah dan dalam kedua belahan Gereja Barat. Luther dan Calvin memandang Augustinus sebagai guru yang karyanya sering mereka kutip, tetapi dalam gereja Katholik Roma pun ia tetap dihormati sebagai Bapak Gereja yang terbesar. Augustinus merupakan teolog terpenting dan yang paling berpengaruh antara zaman rasul Paulus dan Sckolastik, bahkan zaman Reformasi. Banyak perkembangan teologis bertitik tolak dari teologi Augustinus dan kebanyakan buku-buku dan karangan-karangan Augustinus dipelajari dengan sungguh-sungguh oleh teolog-teolog Gereja Katolik Roma, mereka diarahkan kepada kebenaran Alkitab dan suatu teologi yang bercorak Alkitabiah.[13]
Sepanjang umurnya, Augustinus membaca dengan teliti peristiwa-peristiwa sejarah bangsa manusia. Ketika dunia tertimpa keruntuhan oleh bangsa barbar, Augustinus menunjukkan kepada orang yang ketakutan, suatu sintese sejarah dalam bukunya kota Allah. Augustinus berani menyelami arti sejarah bangsa manusia, karena itulah dia dianggap pemain utama dalam masa peralihan, untuk menjembatani jurang antara budaya Kristen-latin yang dalam bahaya mau hilang, dan budaya Eropa Baru yang baru lahir. Situasi ini tidak memberikan keleluasaan bergerak untuk agama Kristiani, yang memang sedikit jumlah penganutnya, tapi yang masih tetap hadir dan hidup ala kadarnya. Walaupun demikian, sering juga pada saat itu diadakan berbagai pertemuan, dan pertemuan-pertemuan itu sangat penting bagi kehidupan Gereja-gereja local yang memperingatkan setiap orang percaya akan peristiwa-peristiwa dalam kehidupan Yesus. Hubungan antara manusia, dialog, pertemuan, atau disebut apapun juga, selalu memperkaya kedua pihak.

VI.       KESIMPULAN

Augustinus adalah seorang teolog besar dunia Barat Kristen. Ia menerangkan secara lebih sepenuhnya dari pada para pendahulunya, tentang bagaimana Allah ada sebagai Oknum-Oknum Trinitas dan bagaimana anugerah Allah merupakan sumber dari keselamatan manusia. Pemikiran Augustinus yang matang membedakan secara tajam antara posisi Yunani dan Kristen. Teologi biblikanya secara kuat telah mempengaruhi orang-orang Kristen di sepanjang zaman. Ia memakai Alkitab untuk membangun suatu wawasan yang menegaskan anugerah Allah Tritunggal dan menyatakan manusia bergantung total pada Allah Alkitab yang hidup.
Augustinus mengatakan bahwa hanya anugerah Allah saja yang dapat melepaskan manusia dari belenggu dosa dan ketika seorang diselamatkan oleh anugerah, ia menerima nature baru, yang melalui pekerjaan Roh Kudus bertumbuh dalam kekudusan dan dalam kebenaran. Tetapi dalam kehidupan ini, kesempurnaan tidak dapat diperoleh. Dia juga mengatakan bahwa manusia tidak boleh membatasi luasnya gereja, tetapi harus menerimanya sebagaimana adanya. Gereja hendaklah didekati secara realistis. Augustinus menegaskan bahwa bahaya terbesar bagi gereja itu bukan dari luar tetapi dari dalam. Musuh-musuh gereja yang paling berbahaya ialah orang Kristen sendiri. Yang baik dan yanga jahat, Allah dan berhala-berhala buatan manusia sendiri, semuanya itu ada di dalam gereja.
Ucapan Augustinus yang mengatakan “Bila orang kecil memikirkan dan mengejar hal-hal yang besar, maka mereka biasanya bertumbuh menjadi besar juga.” Jadi bila orang Kristen dan orang Islam menghayati bersama, maka pertumbuhan tersebut  dapat diharapkan akan menjelma juga pada mereka. Augustinus menasihati jemaatnya agar apabila mereka ingin mendekati orang biarlah di dekati secara lemah lembut atau dengan hati-hati dan halus. [14]



[1] Tony Lane,  Runtut Pijar: Sejarah Pemikiran Kristiani, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990), hlm. 39.
[2] P. Van Diepen, OSA, Augustinus Tahanan Tuhan (Yogyakarta: Kanisius, 2000) hlm. 23-27
[3] Dietrich Kuhl, Sejarah Gereja I: Gereja Mula-Mula di Dalam Lingkungan Kebudayaan Yunani-Romawi (30-500), (Batu Malang: Yayasan Persekutuan Pekabaran Injil Indonesia, 1992), hlm 143-144.
[4] A Kenneth Curtis, Peristiwa Penting dalam Sejarah Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,.. ), hlm. 26.
[5] Van Den End, Harta Dalam Bejana: Sejarah Gereja Singkat, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1991), hlm. 87.
[6] Ibid.
[7] Dietrich Kuhl, Sejarah Gereja I., hlm. 98
[8] Ibid., hlm 153.
[9] Richard Price, Tokoh Pemikir Kristen: Agustinus, (Yogyakarta: Kanisius, 2000) hlm. 36.
[10] Ibid., hlm. 37-41.
[11] Dietrich Kuhl, Sejarah Gereja I., hlm. 154.
[12] Chr. De Jonge dan Jan. S Aritonang, Pengantar Sejarah Eklesiologi: Apa dan Bagaimana Gereja? (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997), hlm. 22.
[13] Diethnic Kuhl, Sejarah Gereja I., hlm. 160-161
[14] P. Van Diepen, Augustinus Tahanan Tuhan (Yogyakarta: Kanisius, 2000) hlm. 188.